KAMU; SUBJEK LUKA DALAM CERITAKU

Kemarin, di tengah dinginnya angin laut. Kau kembali menyapa.
Senyummu masih sama, ada kerutan di ujung matamu, yang diam diam ku memperhatikannya.
Kamu tetap sama dari sudut pandangku, tapi kamu berbeda dari sudut perasaanku.

Mentalku sudah bisa berdiri tegak untuk menemuimu, bersikap seolah olah tidak ada yang terjadi antara kita. berlagak sewajarnya dan seperlunya.
Bahkan saat mata kita bertemu, sudah tidak ada lagi perasaan benci dan lara yang seringkali membuat ku mual.

Dua tahun, bukan waktu yang sebentar untuk bertahan di hati yang patah. Melakukan perjalanan agar bisa lupa, dan tentunya menekan rasa trauma akan soal asmara.

Di malam itu, aku tak percaya. Aku bisa menumpahkan semuanya dihadapanmu, sosok penyebab dari segala apa yang aku ceritakan.
Raut mukamu berubah, aku faham-jika sebenarnya kita hanya terpaut pada keegoisan masing-masing.

Kamu menyuruhku untuk mengambil pelajaran atas kegagalan cerita yang kita rangkai. Dan aku tidak boleh menutup diri untuk membuka lembaran baru.

Aku ngga faham sama apa motif kamu berbicara seperti itu. Apakah hanya agar mengurangi rasa bersalahmu atau memang benar benar berasal dari lubuk hatimu?

Entahlah, yang terpenting solusimu sama sekali tidak mengurangi rasa traumaku.

Mengambil pelajaran di setiap kegagalan bukan selalu harus dibuktikan dengan menemukan seseorang yang baru bukan?

Komentar