Kita Semua Butuh Pegangan

Pasti ingat, kan, rasanya, betapa nyaman dan melegakan saat kita bisa duduk, ketimbang berdiri;

Saat kita bisa memegang dan bertumpu pada sesuatu saat berjalan, ketimbang bergantung pada keseimbangan tubuh sendiri tanpa bantuan apa-apa;

saat kita bisa bersandar, ketimbang berdiri tegak.


Saking nyaman dan melegakannya, sampai-sampai itu kita jadikan kebutuhan, sesuatu yang harus ada dalam kehidupan kita. Seolah-olah, atau yang kita percayai selama ini, tanpa itu semua sendi kehidupan kita akan runtuh. Tanpa adanya “pegangan”, apa pun bentuknya, hidup kita akan menjadi kacau berantakan.


Tanpa kita sadari, pegangan itu terus mengalami evolusi fungsi. Dari sesuatu yang awalnya bisa memberikan kesan nyaman dan melegakan, menjadi seperangkat prinsip yang harus dijunjung tinggi dan tidak diubah barang sedikit pun.


Namun, evolusi fungsi ini malah tidak menghilangkan salah satu aspeknya. Seseorang bisa merasa nyaman karena mampu mempertahankan dan terus menjalankan prinsip-prinsipnya, meskipun dalam upaya mempertahankan dan menjalankan prinsip-prinsip tersebut ia harus bersikap keras pada dirinya sendiri, ia harus berdisiplin, serta harus memberantas segala pikiran-pikiran menyimpang yang timbul dalam benaknya. Sekali saja seseorang tadi melanggar prinsip-prinsip yang ia pegang, baik secara sengaja maupun tidak, ia akan gelisah atau mungkin memiliki rasa bersalah. Kesan nyaman yang telah ia miliki selama ini berubah, luruh dan terasa dirampas darinya.


Momen yang bagi sebagian orang terasa mengancam dan menakutkan, tetapi bagi sebagian yang lain justru menjadi … turning point atau titik perubahan.


Pegangan berasal dan memiliki banyak bentuk. Bisa berupa tradisi dan adat, budaya dan kebiasaan, idealisme dan ideologi, nilai dan norma, agama, maupun kombinasi dari beberapa di antaranya. 

Ditaati dan dipercaya, dipertahankan dan dijaga. Yang dalam sejumlah situasi ekstrem, tidak boleh dibantah apalagi dipertanyakan. Itu sebabnya, perihal pegangan bersifat sangat personal. Pilihan untuk menentukan pegangan mana yang diambil, dilakukan secara pribadi dan internal. Pihak luar hanya bisa memberikan induksi dan indoktrinasi, tetapi diri sendirilah yang mampu memacak sebuah prinsip menjadi pegangan.


Diawali dengan kontak, ketika seseorang baru terpapar. Lalu interaksi, ketika informasi yang diterima sebelumnya mulai dipikirkan dan diolah. Berlanjut pada adopsi, ketika hasil olah pikiran tadi bisa diterima. Hingga akhirnya terjadi internalisasi, ketika hasil pemikiran tersebut tertanam dalam batin dan memengaruhi semua tingkah laku kita.


Manakala terjadi konfrontasi, hubungan antar pegangan bersifat saling adu, bukan saling padu. “Peganganku lebih baik daripada peganganmu.“


Mengapa demikian? Karena pegangan yang dipatuhi dan dijalankan selama ini telah memberikan semacam rasa nyaman. Apabila sesuatu yang berbeda muncul, akan secara otomatis (pada awalnya) diterima sebagai rival, sesuatu yang bisa mengganggu rasa nyaman yang telah ada selama ini.


Dalam berbagai bentuknya, pegangan selalu ditempatkan sebagai rujukan, acuan, patokan, dan sandaran. Apa pun masalah, polemik, kebingungan, atau pilihan yang dihadapi seseorang, ia tidak perlu berpusing-pusing kepala untuk memikirkannya sendiri, melainkan bisa kembali berpedoman pada prinsip yang ia pegang. Pada saat menghadapi masalah yang teramat besar, atau belum pernah dihadapi sebelumnya, barulah pandangan kita diguncang.


Seperti biasa, pada awalnya kita akan merujuk pada pegangan yang dimiliki selama ini dalam menghadapi masalah tersebut. Namun, tidak semuanya bisa berjalan mudah. Itulah saatnya terjadi konfrontasi, yang sebagian orang menyebutnya sebagai; ujian. Sejatinya, yang diuji bukanlah orangnya, melainkan pandangan dan prinsip yang ia pegang. ðŸ˜Š


Dari titik ini, pengalaman dan pemahaman baru bisa dimunculkan. Kemudian, tatkala hasil akhirnya telah dicapai, akan timbul pilihan. 

Bertahan, atau beralih pegangan … dan tidak ada yang benar atau salah dari keduanya.


Karena bagaimanapun juga, kita semua akan tetap butuh pegangan agar bisa merasa nyaman.







Yogyakarta, 19 November 2021

Komentar